Belajar PKn Mudah

Your description goes here

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

Asma'ul Husna

BIODATA

Popular Posts

Thumbnail Recent Post

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...

Archive for Mei 2011

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.

Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.

Sebelum dibahas lebih mendalam mengenai hak asasi manusia di Indonesia, terlebih dahulu kita membahas sekelumit sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi manusia di Dunia. Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai berikut.

1. Hak Asasi Manusia di Yunani

Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.

2. Hak Asasi Manusia di Inggris

Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :

ü MAGNA CHARTA

Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.

Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.

Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :

Ø Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.

Ø Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :

à Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.

à Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.

à Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.

à Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

ü PETITION OF RIGHTS

Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :

Ø Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.

Ø Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.

Ø Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.


ü HOBEAS CORPUS ACT

Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :

Ø Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.

Ø Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

ü BILL OF RIGHTS

Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :

Ø Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.

Ø Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.

Ø Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.

Ø Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing .

Ø Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat

Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.

Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.

John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.

Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.

Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :

ü Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).

ü Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).

ü Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).

ü Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.

4. Hak Asasi Manusia di Prancis

Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).

Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :

1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.

2) Manusia mempunyai hak yang sama.

3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.

4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan umum.

5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.

6) Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.

7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.

8) Adanya kemerdekaan surat kabar.

9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.

10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.

11) Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.

12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.

13) Adanya kemerdekaan hak milik.

14) Adanya kemedekaan lalu lintas.

15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.


5. Hak Asasi Manusia oleh PBB

Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.

Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :

ü Hidup

ü Kemerdekaan dan keamanan badan

ü Diakui kepribadiannya

ü Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah

ü Masuk dan keluar wilayah suatu Negara

ü Mendapatkan asylum

ü Mendapatkan suatu kebangsaan

ü Mendapatkan hak milik atas benda

ü Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan

ü Bebas memeluk agama

ü Mengeluarkan pendapat

ü Berapat dan berkumpul

ü Mendapat jaminan sosial

ü Mendapatkan pekerjaan

ü Berdagang

ü Mendapatkan pendidikan

ü Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat

ü Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.


6. Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.

Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:

ü Undang – Undang Dasar 1945

ü Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia

ü Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :

Ø Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.

Ø Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.

Ø Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.

Ø Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).

Ø Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.

Ø Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.

Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN HUKUM


Pengertian Hukum

Hukum tidak hanya bertujuan untuk mencapai ketertiban dan keadilan saja, akan tetapi dapat pula berfungsi sebagai sarana untuk mengubah atau mempengaruhi masyarakat.

a. Hans Kelsen, hukum itu bersifat hierarkis, artinya hukum tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya.
b. Aristoteles, hukum tertentu pada hukum yang dianut oleh masyarakat yang digunakan atau berlaku untuk anggota masyarakat itu.
c. Grotius, hukum adalah aturan tingkah laku moral yang mewajibkan untuk berbuat benar.
d. Hobbes, adanya hukum adalah untuk memberikan keadilan dan memberikan perintah untuk berbuat adil.
e. Philip S. James, hukum adalah pokok aturan untuk tuntunan tingkah laku manusia yang dikenakan dan dipaksakan bagi setiap warga Negara.
f. E. M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
g. Leon Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari suatu kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
h. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
i. La Rousse, hukum adalah keseluruhan prinsip yang mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat dan menetapkan apa yang oleh tiap-tiap orang boleh dan dapat dilakukan tanpa memperkosa rasa keadilan.
j. Capitant, hukum adalah keseluruhan daripada norma-norma yang secara mengikat mengatur hubungan berbelit-belit antara manusia dalam masyarakat.
k. Land, hukum adalah keseluruhan daripada peraturan-peraturan yang mana tiap-tiap orang dalam kehidupan masyarakat wajib menaatinya.
l. Suyling, hukum adalah kompleks daripada norma-norma tentang segala tindak-tanduk yang mengikat dan dibuat atau disahkan oleh Negara.
m. Lemaire, Hukum positif adalah suatu peraturan tata-tertib yang mengikat serta didasarkan atas rasa keadilan, dan ditinjau dari sudut tertentu. Hukum suatu rangkaian norma yang mengatur bagaimana suat masyarakat tertentu harus disusun dan dibentuk.
n. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib masyarakat, karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
o. Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban dan keadilan yang meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaidah itu sebagai kenyataan.
p. J. C. T. Simorangkir & Woerjono Sastropranoto, hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa, menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

UNSUR-UNSUR HUKUM

Berdasarkan beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

a. unsur hukum secara umum, yaitu :
1. adanya peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. peraturan itu bersifat memaksa.
4. sanksi terhadap pelanggaran peraturan adalah tegas.
5. mengandung perlindungan yang efektif bagi mereka yang terkena hukum.

b. dalam arti sempit di Negara hukum liberal, orang hanya mengenal dua unsur yang penting yaitu :
1. perlindungan terhadap hak asasi manusia.
2. pemisahan kekuasaan.

c. pada Negara hukum formal menurut F.J. Stahl unsur-unsur itu bertambah menjadi empat, antara lain :
1. perlindungan terhadap hak asasi manusia.
2. adanya pemisahan kekuasaan untuk melindungi terhadap hak asasi manusia.
3. setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan.
4. adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri untuk menyelesaikan perselisihan.

d. pendapat A.V. Dicey (Rule of Law) Negara yang berdasarkan rule of law harus memenuhi tiga unsur, yaitu :
1. Supremasi hukum.dalam Negara hukum yang berdaulat atau yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah hukum. Hal ini berarti baik pemerintah maupun masyarakat harus tunduk pada hukum.
2. Kedudukan yang sama di depan hukum. Semua orang tanpa terkecuali, mempunyai derajat yang sama dalam hukum. Bila melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum dapat ditindak sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.
3. terjaminnya hak-hak asasi manusia dalam undang-undang.

e. Perkembangan rule of law dalam pemerintahan yang demokratis, yang harus memenuhi syarat-syarat :
1. adanya perlindungan konstitusional.
2. adanya pemilu yang bebas.
3. adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
4. adanya kebebasan untuk mengemukakan pendapat.
5. adanya kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6. adanya pendidikan kewarganegaraan.

CIRI-CIRI HUKUM

Hukum memiliki ciri yaitu :
a. adanya perintah dan atau larangan.
b. Perintah dan atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.

Melalui ciri yang ada pada hukum, maka setiap orang wajib bertindak sesuai dengan tata tertib dalam masyarakat. Barang siapa dengan sengaja melanggar suatu kaidah hukum akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran kaidah hukum) yang berupa hukuman.

Hukuman atau pidana menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bermacam-macam jenisnya, yaitu :
a. Pidana Pokok, yang terdiri atas :
1. Pidana Mati.
2. Pidana Penjara :
a) Seumur hidup
b) Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun, sekurang-kurangnya 1 tahun) atau pidana penjara dalam waktu tertentu.
3. Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya 1 tahun.
4. Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan).
5. Pidana tutupan.
b. Pidana Tambahan :
1) Pencabutan hak-hak tertentu.
2) Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
3) Pengumuman keputusan hakim.

SIFAT HUKUM

Agar peraturan hidup kemasyarakatan agar benar-benar dipatuhi dan di taati sehingga menjadi kaidah hukum, peraturan hidup kemasyarakata itu harus memiliki sifat mengatur dan memaksa. Bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam masyarakaty serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya.

TUJUAN HUKUM

Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Sementara itu, para ahli hukum memberikan tujuan hukum menurut sudut pandangnya masing-masing.

a. Prof. Subekti, S.H. hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
b. Prof. MR. dr. L.J. Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
c. Geny, hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
d. Jeremy Betham (teori utilitas), hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
e. Prof. Mr. J. Van Kan, hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

Berdasarkan pada beberapa tujuan hukum yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum itu memiliki dua hal, yaitu :
a. untuk mewujudkan keadilan
b. semata-mata untuk mencari faedah atau manfaat.

Selain tujuan hukum, ada juga tugas hukum, yaitu :
a. menjamin adanya kepastian hukum.
b. Menjamin keadilan, kebenaran, ketentraman dan perdamaian.
c. Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan masyarakat.





SUMBER HUKUM

Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan-kekutatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat ditinjau dari segi :
a. Sumber hukum material, sumber hukum yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, misalnya ekonomi, sejarah, sosiologi, dan filsafat. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan menyatakan bahwa yang menjadi sumber hukum adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Demikian sudut pandang yang lainnya pun seterusnya akan bergantung pada pandangannya masing-masing bila kita telusuri lebih jauh.
b. Sumber hukum formal, membagi sumber hukum menjadi :
1. Undang-undang (statue), yaitu suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
a) Dalam arti material adalah setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dilihat dari isinya mengikat secara umum seperti yang diatur dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.
b) Dalam arti formal adalah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang karena bentuknya dan dilibatkan dalam pembuatannya disebut sebagai undang-undang. Misanya :
1) UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Jalan Raya.
2) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.
3) UU. No. 31 Tahun 2002 Tentang Parpol.
4) UU No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu.
5) UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6) UU No. 22 Tahun 2003 Tentang Susduk MPR-DPR-DPRD-DPD.
7) UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
2. Kebiasaan (custom/adat), perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Apabila ada tindakan atau perbuatan yang berlawanan dengan kebiasaan tersebut, hal ini dirasakan sebagai pelanggaran.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudensi); adalah keputusan hakim terdahulu yang dijadikan dasar keputusan oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan perkara yang sama.
4. Traktat (treaty); atau perjanjian yang mengikat warga Negara dari Negara yang bersangkutan. Traktat juga merupakan perjanjian formal antara dua Negara atau lebih. Perjanjian ini khusus menyangkut bidang ekonomi dan politik.
5. Pendapat Sarjana Hukum (doktrin); merupakan pendapat para ilmuwan atau para sarjana hukum terkemuka yang mempunyai pengaruh atau kekuasaan dalam pengambilan keputusan.

Sumber dari segala sumber hukum RI adalah Pancasila.

SUMBER HUKUM PERUNDANGAN RI
1. Proklamasi
2. Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959
3. UUD 1945
4. Supersemar

Tata Urutan Peraturan Perundangan RI :
1. Menurut TAP MPRS No. XX Tahun 1966
a) UUD 1945
b) TAP MPR RI
c) Undang-Undang
d) PERPU (Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-Undang).
e) Peraturan Pemerintah (PP)
f) Peraturan Menteri
g) Keputusan Menteri
h) Instruksi Menteri

2. Menurut TAP MPR No. III Tahun 2000
a) UUD 1945
b) TAP MPR RI
c) Undang-undang.
d) PERPU
e) Peraturan Pemerintah (PP)
f) Keputusan Presiden
g) Peraturan Daerah (PERDA)

MACAM-MACAM PERADILAN

Sekarang ini di Indonesia terdapat bermacam-macam peradilan, yang dibedakan sebagai berikut :
a. Pengadilan Sipil, yang terdiri dari :
1) Pengadilan Umum, terdiri atas :
a) Peradilan Negeri
b) Pengadilan Tinggi
c) Mahkamah Agung


2) Pengadilan Khusus, terdiri atas :
a) Pengadilan Agama
b) Pengadilan Adat
c) Pengadilan Administrasi Negara (Pengadilan Tata Usaha Negara)
3) Pengadilan Militer, yang terdiri atas :
a) Pengadilan Tentara
b) Pengadilan Tentara Tinggi
c) Mahkamah Tentara Agung.

PENGGOLONGAN HUKUM

Para ahli hukum mengalami kesulitan pada saat membuat pengertian hukum yang singkat dan meliputi berbagai hal. Ini dikarenakan kompleksnya hukum yang berlaku dalam suatu Negara.
Untuk memudahkan dalam membedakan hukum yang satu dengan yang lainnya, C.S.T. Kansil, membuat penggolongan hukum seperti berikut :
A. Menurut Sumbernya :
1) Hukum undang-undang; yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2) Hukum kebiasaan (adat); yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat)
3) Hukum traktat (perjanjian), yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara dalam suatu perjanjian antar Negara.
4) Hukum Yurisprudensi; yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
B. Menurut Bentuknya :
1) Hukum Tertulis; hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan.
2) Hukum Tidak Tertulis; hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis, namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan. Hukum tidak tertulis disebut juga sebagai suatu kebiasaan.
C. Menurut Tempat Berlakunya (ruang) :
1) Hukum Nasional; hukum yang berlaku dalam suatu Negara.
2) Hukum Internasional; hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
3) Hukum Gereja; kumpulan norma-norma yang ditetapkan.
4) Hukum Asing; hukum yang berlaku dalam Negara lain.
D. Menurut Waktu Berlakunya :
1) Ius Constitutium (Hukum positif/berlaku sekarang); hukum yang berlaku sekarang bagi masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu (hukum yang berlaku dalam masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu).
2) Ius Constituendum (berlaku masa lalu); hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
3) Antar Waktu (hukum asasi/hukum alam); hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.
E. Menurut Cara Mempertahankannya (Tugas & Fungsi) :
1) Hukum Materil (KUH Perdata, KUH Pidana, KUH Dagang).
2) Hukum Formal (Pidana Formal, Perdata Formal).
F. Menurut Sifatnya :
1) Hukum Memakasa (imperative); hukum yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.
2) Hukum Mengatur (fakultatif/pelengkap); hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.
G. Menurut Isinya :
1) Hukum Privat/Perdata (hukum pribadi, hukum kekayaan, hukum waris)
2) Hukum Publik (Hukum tata Negara, hukum administrasi Negara, hukum pidana, hukum acara, hukum internasional)
H. Menurut Pribadi :
1) Hukum Satu Golongan
2) Hukum Semua Golongan
3) Hukum Antar Golongan.
I. Menurut Wujudnya :
1) Hukum Objektif; hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
2) Hukum Subjektif; Hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Hukum subjektif disebut juga hak.

PERBUATAN YANG SESUAI DAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM

Perbuatan Yang Sesuai Dengan Hukum.

Dalam Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, kedudukan kita semua sama di muka hukum. Artinya hukum memberi perlindungan yang sama terhadap hak dan kewajiban yang kita miliki.

Hak dan kewajiban yang dilindungi dan diatur oleh hukum itu antara lain mengenai :
1. Diri dan keluarga kita
2. Harta benda kita
3. Nama baik Kita
4. Kesempatan kita mencari nafkah secara halal.
5. Kesempatan kita beribadah
6. Kesempatan kita mendapatkan pendidikan.
7. kesempatan kita memperoleh keadilan.

Karena kita hidup dalam Negara hukum, maka dalam memperoleh hak dan kewajiban tersebut haruslah pula berdasarkan hukum.

Apabila kita semua dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat bersedia denga suka rela mematuhi hukum, maka kehidupan bernegara dan bermasyarakat menjadi aman dan tentram.

Perbuatan yang selalu mematuhi dari berbagai ketentuan hukum, baik hukum tertulis atau tidak tertulis sehingga masyarakat menjadi tertib.

Perbuatan Yang Bertentangan Dengan Hukum

Perbuatan yang melanggar ketentuan hukum yang ada sehingga mengakibatkan kerugian pada seseorang atau membuat keresahan masyarakat yang lainnya.

Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, maka hukum harus ditegakkan. Untuk itu, Negara telah memberi wewenang khusus kepada petugas tertentu, yang disebut penegak hukum, yaitu : Polisi, Jaksa, Hakim, Penasehat hukum (pengacara).

Jadi, apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, kita tidak boleh bertindak sendiri untuk menegakkan hukum, dengan cara “main hakim sendiri”.

PENERAPAN NILAI DAN NORMA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Setiap warga Negara Indonesia harus selalu sadar dan taat kepada hukum, dan Negara berkewajiban untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum.

Penerapan nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dengan nilai kepribadian dan keadilan.

Kebenaran dan keadilan harus dibina ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara layak dan benar dengan berdasarkan pada norma agama, kesusilaan, masyarakat, adat dan norma hukum.

Tugas kita dalam penegakan hukum adalah membantu para penegak hukum dalam melindungi hak dan kewajiban kita.

Cara kita membantu para penegak hukum, umpamanya segera melaporkan kepada polisi apabila kita mengetahui terjadinya suatu kejahatan. Selain itu, umpamanya kita diminta keterangan sebagai saksi, maka berikanlah keterangan yang benar apa yang kita lihat, dengar, dan ketahi saja, janganlah menambahkan atau mengurangi keterangan tersebut.

Menurut A.V. Dicey dalam Negara hukum yang berintikan pada rule of law terdapat syarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Supremacy of the law, sehingga hukum diberi kedaulatan tertinggi, Negara tidak dapat dipermasalahkan atau dituntut, yang bisa dituntut adalah manusianya.
2. Egality of the Law, artinya semua orang memiliki status yang sama di mata hukum. Dalam Negara berdasarkan hukum (rechtstaat) hukumlah yang berdaulat, sehingga Negara dapat dituntut di depan pengadilan jika melanggar hukum.
3. Human Right, yaitu terjaminnya hak-hak asasi manusia dalam UUD.


KONSEKUENSI PERILAKU KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (KKN)

Demi keadilan dan majunya bangsa kita, maka segala perilaku KKN harus dihapus dan diberantas dari para penyelenggara Negara. Hal ini penting, karena penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai cita-cita perjuangan bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, yang dimaksud dengan penyelenggara Negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif serta pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Agar dapat memahami dengan jelas konsekuensi penerapan korupsi, kolusi, dan nepotisem (KKN), berkut akan dijelaskan terlebih dahulu makna dari KKN :
1. Korupsi, adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
2. Kolusi, adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara (UU No. 28 Tahun 1999 Pasal 1).
3. Nepotisme, adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara (UU No. 28 Tahun 1999 Pasal 1).

Pengertian Korupsi dan Unsur-Unsur Korupsi

Korupsi merupakan masalah dunia, jadi tidak hanya masalah bangsa Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa masalah korupsi sudah ada sejak jaman dahulu dan berkembang hingga sekarang. Pengertian korupsi pun mengalami perkembangan. Apabila dilihat dari asal-usul istilahnya, korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang berarti kerusakan, pembusukan, kemerosotan, dan penyuapan. Ada beberapa istilah yang mempunyai arti yang sama dengan korupsi, yaitu corrupt (Kitab Negarakrtagama) artinya rusak, gin moung (Muangthai) artinya makan bangsa, tanwu (China) berarti keserakahan bernoda, oshoku (Jepang) yang berarti kerja kotor. Berdasarkan makna harfiah, korupsi adalah keburukan, keburukan, kejahatan, ketidakjujuran, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang bernuansa menghina atau memfitnah, penyuapan. Dalam bahasa Indonesia korupsi adalah perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

Ada beberapa unsur korupsi, yaitu:
a) adanya pelaku Korupsi terjadi karena adanya pelaku atau pelaku-pelaku yang memenuhi unsur-unsur tindakan korupsi.
b. adanya tindakan yang melanggar norma-norma Tindakan yang melanggar norma-norma itu dapat berupa norma agama, etika, maupun hukum.
c. adanya tindakan yang merugikan negara atau masyarakat secara langsung maupun tidak langsung Tindakan yang merugikan negara atau masyarakat dapat berupa penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang maupun penggunaan kesempatan yang ada, sehingga merugikan keuangan negara, fasilitas maupun pengaruh dari negara.
d. adanya tujuan untuk keuntungan pribadi atau golongan Hal ini berarti mengabaikan rasa kasih sayang dan tolong-menolong dalam bermasyarakat demi kepentingan pribadi atau golongan. Keuntungan pribadi atau golongan dapat berupa uang, harta kekayaan, fasilitas-fasilitas negara atau masyarakat dan dapat pula mendapatkan pengaruh.

Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Korupsi sudah mewabah di Indonesia, bahkan bangsa Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai kebiasaan korupsi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Kondisi semacam itu membuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia menghadapi banyak hambatan. Meskipun demikian, pemerintah sudah mengaturnya dalam UU sejak tahun 1957 hingga sekarang secara terusmenerus.
a. Pada tahun 1957 dikeluarkan Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 tentang “Pemberantasan Korupsi”. Dalam peraturan ini disebutkan korupsi diartikan perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian. Kemudian dikeluarkan Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/001/1957, yang memberikan dasar hukum kepada Penguasa Militer untuk menyita dan merampas barang-barang dari seseorang yang diperoleh secara mendadak dan merugikan.
b. Pada tahun 1967 korupsi sudah tidak dapat dikendalikan dan berkembang dengan cepat, oleh sebab itu Presiden mengeluarkan Keputusan No.228 Tabun 1967 tentang Pembentukan Team Pemberantasan Korupsi (TPK) yang bertugas membantu pemerintah dalam memberantas korupsi secepat-cepatnya dan setertib-tertibnya. Di samping itu Presiden juga mengeluarkan Keppres No.12 Tahun 1970 tentang Pembentukan Komisi 4, yang terdiri dari Wilopo SH, I.J. Kasimo, Prof. Ir. Johanes dan Anwar Tjokroaminoto. Adapun tugasnya adalah mengadakan penelitian dan penilaian terhadap kebijakan yang telah dicapai dalam memberantas korupsi dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang masih diperlukan dalam pemberantasan korupsi.
c. Pemerintah pada tahun 1971 berhasil membuat Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Namun dengan lahirnya UU tersebut tidak serta merta membuat pemberantasan korupsi berjalan baik. Namun sebaliknya upaya-upaya pemberantasan korupsi terkesan tidak dilaksanakan dengan sungguhsungguh. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya koruptor yang diajukan ke sidang pengadilan karena kesulitan masalah pembuktian. Sehingga pada masa inilah (orde bare) korupsi berkembang dengan subur, dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan.
d. Setelah digulirkannya Reformasi, dan bergantinya kekuasaan Orde Baru mulailah bermunculan perangkat hukum yang mengatur masalah korupsi, yaitu:
1) Tap MPR No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
2) UU No.28 Tahun 1999 sebagai pelaksanaan dari Tap MPR No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN
3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
4) UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada masa Reformasi inilah pemberantasan korupsi mulai digiatkan kembali dengan intensif, dan sudah banyak kasus korupsi yang diajukan ke pengadilan, walaupun masih belum memuaskan sebagaian besar masyarakat.

PENGERTIAN ANTI KORUPSI DAN INSTRUMEN ANTI KORUPSI DI INDONESIA

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelasakan mengenai pengertian korupsi yaitu tingkah laku atau tindakan seseorang yang melanggar normanorma dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi dan merugikan negara atau masyarakat baik secara langsung maupun tidak iangsung. Dengan demikian anti korupsi adalah suatu tindakan atau gerakan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat untuk memberantas tindakan korupsi. Gerakan anti korupsi di Indonesia harus dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan serta melibatkan semua komponen negara termasuk didalamnya adalah masyarakat.

Dalam skala nasional tindakan-tindakan yang dilakukan oleh berbagai profesi dapat dikatagorikan korupsi, seperti:
1. Menyuap hakim adalah korupsi. Mengacu kepada kedua pengertian korupsi di atas, maka suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001. Maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi harus memenuhi unsur-unsur :
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada hakim,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
2. Pegawai Negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan adalah korupsi. Pasal 11 UU no. 20 tahun 2001 menyatakan, bahwa Untuk menyimpulkan apakah seorang Pegawai Negeri melakukan suatu perbuatan korupsi memenuhi unsurunsur :
a. Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara,
b. Menerima hadiah atau janji,
c. Diketahuinya,
d. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
3. Menyuap advokat adalah korupsi. Mengacu kepada kedua pengertian korupsi di atas, maka suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001 yang berasal dari pasal 210 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam pasal 1 ayat (1) huruf e UU no. 3 tahun 1971, dan pasal 6 UU no.31 tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU no. 20 tahun 2001, maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi harus memenuhi unsurunsur :
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

Ada beberapa langkah untuk memberantas korupsi (anti korupsi), yaitu:
1. Mengadakan diagnosis jenis korupsi dan penyebarluasannya. Pada langkah ini dilakukan kajian yang mendalam melalui penelitian khusus dan diskusi-diskusi mengenai daerah-daerah atau unit-unit yang rawan korupsi.
2. Menyusun sebuah strategi dengan fokus pada sistem, yaitu menganalisa pilihan-pilihan langkah, dampak dari langkah tersebut dan biaya yang dibutuhkan dalam setiap langkah.
3. Menyusun strategi pelaksanaan, langkah ini meliputi :
a. menyelaraskan langkah-langkah pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dan adanya koordinasi dan pembagian tanggung jawab.
b. “petik buah ranum yang terjangkau”, artinya pilihlah terlebih dahulu masalah-maslah yang mudah diatasi.
c. kerjasama dengan kekuatan-kekuatan yang mendukung baik kekuatan nasional, internasional, LSM maupun swasta.
d. membasmi budaya kebal hukum dengan cara membawa koruptor kelas kakap ke pengadilan.
4. Menyebarluaskan upaya pemberantasan korupsi melalui media. Menjalin kerja sama dengan birokrasi, bukan memusuhinya.
5. Memperkuat kemampuan lembaga-lembaga melalui pelatihanpelatihan.
6. Mencari jalan agar kampanye anti korupsi dapat mendorong perubahan yang lebih luas dan dalam.

Langkah-langkah tersebut di atas tidak akan bisa mengurangi tindakan korupsi masyarakat bila tidak dilakukan secara bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Oleh sebab itu, di bawah ini akan dibahas mengenai instrumen antikorupsi yang meliputi hukum yang mempunyai daya cegah terhadap tindakan korupsi, dan lembagalembaga yang menegakkan hukum tersebut dan menuntut orang-orang yang melakukan tindakan korupsi.

Peraturan Hukum yang Mengatur Masalah Korupsi

Perangkat hukum dibuat untuk mengadili orang-orang yang telah melakukan tindakan korupsi dan sekaligus mempunyai daya cegah yang tinggi karena mempunyai sanksi yang sangat berat. Semakin berat sanksi hukum yang diberikan terhadap koruptor, semakin kuat daya cegah melawan korupsi, karena orang yang akan melakukan korupsi akan berfikir lebih panjang.
Ada beberapa perangkat hukum yang mengatur masalah korupsi, yaitu:
1. Tap MPR No. VII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
2. UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN;
3. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
4. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
5. UU No.5 Tahun 2004 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
6. Peraturan Pemerintah No 56 Tahun 2001 tentang pelaporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
7. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 200 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
8. Peraturan Pemerintah No.67 Tahun 1999 tentang Tata cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa.

Lembaga yang Mengurusi Masalah Korupsi di Indonesia

a. Kejaksaan dan Kepolisian

Kepolisian mempunyai tugas untuk memeriksa dan mengadakan penyelidikan dan penyidikan dalam rangka mengumpulkan buktibukti agar koruptor dapat diajukan ke pengadilan melalui kejaksaan. Dengan demikian, tugas kejaksaan adalah untuk menuntut koruptor dengan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan KUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana) disebutkan Penyidik dalam tindak pidana korupsi mempunyai hak untuk:
1) meminta keterangan kepada tersangka tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi;
2) meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka;
3) membuka, memeriksa, dan menyita surat kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.

b. Komisi Pemeriksa

UU No. 28 Tahun 1999, tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN, mengamanatkan kepada presiden selaku kepala negara untuk membentuk Komisi Pemeriksa. Komisi Pemeriksa merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden selaku kepala negara, yang berfungsi untuk mencegah praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Adapun tugas dan wewenang Komisi Pemeriksa adalah:
1. melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta kekayaan penyelenggara negara;
2. meneliti laporan dan pengaduan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau instansi pemerintah tentang dugaan adanya KKN dari para penyelanggara negara;
3. melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri mengenai harta kekayaan penyelenggara negara berdasarkan petunjuk adanya KKN terhadap penyelenggara negara yang bersangkutan;
4. meminta pejabat yang berwenang membuktikan dugaan KKN sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

c. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 2004, yang anggota-anggotanya terdiri dari nsur pemerintah dan masyarakat. Dari unsur pemerintah meliputi keasaan, kepolisian dan lembaga lain yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Sedangkan dari unsur masyarakat dapat berupa LSM aembaga Swadaya Masyarakat) dan organisasi sosial politik. Tugas dan wewenang KPK hampir sama dengan kewenangan Komisi Pemeriksa.

Peran Serta Masyarakat

Untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN, masyarakat diharapkan tetap bergairah dalam melaksanakan kontrol sosial secara maksimal. Peran serta masyarakat tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggara negara;
b. hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat serta tanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara;
d. hak memperoleh perlindungan hukum.





Selesai


CopyRight © 2010
By Muhammad Hendri, S.Sos, S.Pd
Written for Students of Class VIII SMP Sinar Husni
HP : 081264070041 – (061)77813539
Email : muhammadhendri37@yahoo.com
Wibesite : www.muhammadhendri.blogspot.com



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer


KONSTITUSI NEGARA


Seorang pemikir Romawi kuno yang bernama Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, yang berarti “di mana ada masyarakat di situ ada hukum”. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa di manapun dalam kehidupan kelompok manusia senantiasa terdapat aturan yang mengikat warganya.

Lebih-lebih dalam kehidupan bernegara. Dalam negara terdapat kumpulan manusia yang sedemikian banyak dan sedemikian luas permasalahannya. Namun demikian kehidupan bernegara akan tertib jika ada aturan yang ditaati dan dijalankan oleh segenap warganya.  Aturan tertinggi dalam negara itu adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD). UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis, yang memuat normanorma dan kaidah-kaidah dasar yang harus ditaati oleh seluruh rakyat.

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris constitution yang artinya adalah hukum dasar. Sedangkan dalam bahasa Belanda sering disebut grondwet atau grundgezetz. Menurut L.J. Van Apeldorn hukum dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum dasar tertulis (undang-undang dasar) dan hukum dasar tidak tertulis. Biasanya konstitusi dalam suatu negara diartikan sebagai undang-undang dasar. Dengan demikian undangundang dasar sebenarnya merupakan bagian dari konstitusi yang tertulis.

Undang-Undang Dasar menurut C.S.T Kansil, diartikan sebagai piagam tertulis yang dengan sengaja diadakan, dan memuat segala apa yang dianggap pembuatnya menjadi asas fundamental negara ketika itu. Sedangkan E.C.S Wade menyatakan bahwa undang-undang dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara-cara kerja badan itu.

Rounded Rectangle: Dari dua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan undang-undang dasar adalah hukum dasar tertulis dari suatu negara yang memuat tugas-tugas pokok dari badan pemerintahan atau lembaga negara, serta menentukan cara kerja dari badan-badan tersebut.
 





                                                                                                                                                                                                                         
Undang-undang dasar menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu UUD yang bersifat fleksibel (supel) dan UUD yang bersifat rigid atau kaku. Undang-undang dasar bersifat fleksibel apabila membuka adanya prosedur yang lebih mudah untuk mengubah undang-undang dasar tersebut. Sedangkan undang-undang dasar bersifat frigid atau kaku apabila prosedur untuk mengubah undang-undang dasar tersebut sangat sulit.

Fungsi dari undang-undang dasar itu sendiri adalah sebagai berikut :
1.       Undang-undang dasar bersifat mengikat lembaga negara, lembaga masyarakat serta mengikat setiap warga negara.
2.       Undang-undang dasar berisi norma-norma, kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau ketentuan-ketentuan yang hams ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terikat dalam negara tersebut.
3.       Undang-undang dasar berfungsi sebagai sumber hukum bagi produkproduk hukum yang ada dibawahnya.
4.       Undang-undang dasar sebagai hukum yang tertinggi mempunyai fungsi sebagai alat kontrol dan sebagai parameter terhadap seluruh norma hukum yang ada di bawahnya.

Rounded Rectangle: •	Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut (E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970).
•	Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara (K.C.Wheare, 1975).
•	Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah (C.F. Strong, 1960).
 









Untuk mengetahui lebih dalam mengenai UUD (konstitusi), di bawah ini akan dibahas macam-macam UUD yang pernah berlaku di Indonesia:

1. Undang-Undang Dasar 1945

UUD 1945 dinyatakan sebagai hukum dasar yang sah dan berlaku di Indonesia sejak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Rumusan UUD 1945 sebenarnya menggunakan rumusan hasil sidang BPUPKI yang sudah mengalami perubahan dan penyempurnaan dan ditetapkan pada sidang PPKI. UUD 1945 terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Pembukaan terdiri dari empat alinea.
b. Batang Tubuh terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, IV Aturan Peralihan dan II Aturan Tambahan.
c. Penjelasan.

Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea itu, juga mempunyai pokok-pokok pikiran yang sangat penting, yaitu:
a. Negara Indonesia adalah suatu negara yang berdasarkan paham negara persatuan.
b. Dasar negara adalah Pancasila, yaitu:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Batang tubuh UUD 1945, yang dipertegas dalam penjelasan UUD 1945, mengatur tentang sistem pemerintahan negara, yaitu:
a.       Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Pasal 1).
b.       Sistem kostitusional, yaitu pemerintah berdasar atas konstitusi (hukum dasar), jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas. (Pasal 1)
c.        Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 4).
d.       Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden(Pasal 17).
e.       Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas, kepala negara harus tunduk pada Konsitusi (Pasal 4).
f.         DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden (Pasal 7).

Undang-Undang Dasar 1945 dalam gerak dan pelaksanaannya mengalami beberapa masa berlaku, yaitu:
a.       Masa Pertama, dimulai tanggal 18 Agustus 1945 — 17 Agustus 1950. Sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 berarti UUD 1945 berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan tanggal 27 Desember 1949 merupakan masa berlakunya Konstitusi RIS di mana UUD 1945 hanya berlaku di salah satu negara bagian RIS.
b.       Masa Kedua, dimulai tanggal 5 Juli 1959—Sekarang Dengan adanya kegagalan Dewan Konstituante untuk menetapkan
UUD yang baru maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi:
1)       Pembubaran Konstituante
2)       Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS1950.
3)       Akan dibentuk dalam waktu dekat MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara).

Dengan Dekrit Presiden maka negara Republik Indonesia dengan resmi menggunakan UUD 1945 kembali. Sejak saat itu UUD 1945 berlaku hingga sekarang, walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Pada 1998 UUD 1945 mengalami amandemen oleh MPR terutama pada bagian batang tubuh.

2. Konstitusi RIS 1949

Pada tanggal 23 Agustus - 2 September 1949 di Den Haag, Belanda, diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Tujuan diadakannya KMB adalah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dan Belanda secepat-cepatnya, dengan cara yang adil dan pengakuan kemerdekaan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya, tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS, selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Dan pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani piagam pengakuan kedaulatan RIS di Amsterdam, dan mulai saat itulah diberlakukan Konstitusi RIS.

Konstitusi RIS adalah sebuah konstitusi yang bersifat sementara, yang dalam waktu secepat-cepatnya. Konstituante bersama dengan pemerintah akan menetapkan konstitusi baru menggantikan konstitusi ini. Bentuk negara menurut konstitusi ini adalah negara serikat dan bentuk pamerintahannya ialah republik (Pasal 1 ayat 1 KRIS). Kedaulatan negara dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 KRIS).

Sedangkan alat-alat kelengkapan RIS adalah:
a. Presiden
b. Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Mahkamah Agung (MA)
f. Dewan Pengawas Keuangan (DPK) Sementara wilayah RIS adalah wilayah yang meliputi:
a.       Negara Republik Indonesia, daerah meliputi seperti tersebut dalam Persetujuan Renville
1) Negara Indonesia Timur
2) Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
3) Negara Jawa Timur
4) Negara Madura
5) Negara Sumatera Timur
6) Negara Sumatera Selatan
b.       Satuan-satuan kenegaraan yang tegak berdiri: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
c.        Daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah bagian. Sistem pemerintahan menurut konstitusi RIS dapat dijelaskan sebagaiberikut:

a.       Pemerintahan dijalankan oleh Presiden bersama-sama para menteri dengan tujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan mengurus supaya konstitusi UU Federal dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku untuk RIS dijalankan.
b.       Presiden adalah kepala negara yang kekuasaannya tidak dapat diganggu gugat dan dipilih orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian.
c.       Sistem kabinet adalah kabinet yang bertanggung jawab (cabinet government) kepada perdana menteri.
d.       Kabinet tidak dapat dipaksa untuk meletakkan jabatannya oleh DPR pertama RIS.
e.       RIS mengenal sistem perwakilan bikameral (dua kamar), yaitu Senat dan DPR.

Konstitusi Republik Indonesia Serikat diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 3 tahun 1950, yang mulai berlaku tanggal 27 Desember 1949.

PROFIL TOKOH
Prof. Dr. Mr. Soepomo (1903-1958)
Lahir di Sukoharjo, Solo, tahun 1903. Setelah tamat dari Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta (1923) ia melanjutkan ke Universitas Leiden Belanda dan meraih gelar Doktor (1926). Kemudian bekerja di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Pada masa pendudukan Jepang is menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dan kemudian juga sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. la sebagai tim perumus pada saat penyusunan UUD 1945. Setelah Indonesia merdeka ia menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Presidensial (AgustusNovember 1945) dan menduduki posisi yang sama pada saat Indonesia menjadi RIS.
Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar 9, 2005 .
 
 






3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950

Negara Republik Indonesia Serikat ternyata tidak dapat bertahan lama, karena bentuk negara serikat bukanlah bentuk negara yang dicitacitakan dan tidak sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan. Oleh sebab itu, pengakuan kedaulatan RIS menimbulkan gejolak di negara-negara bagian RIS dan menuntut pembubaran RIS dan kembali ke negara kesatuan. Pada tanggal 17 Agustus 1950 akhirnya RIS dibubarkan oleh Presiden Soekarno selaku Presiden RIS pada saat itu dan diproklamasikan terbentuknya negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat itu pula dibentuk panitia yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo yang bertugas untuk membuat UUDS 1950 yang terdiri dari 147 pasal.

Bangsa Indonesia semenjak proklamasi kemerdekaan menghendaki suatu negara kesatuan yang melindungi segenap bangsa Indonesia. Sehingga pembentukan RIS dipandang sebagai taktik politik Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950 mengembalikan semangat bangsa Indonesia untuk menjadi negara kesatuan.

Bentuk negara RI menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah republik. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR. Dengan demikian UUDS 1950 menganut paham kedaulatan rakyat. Pasal 2 UUDS 1950 menyatakan bahwa RI meliputi seluruh daerah In-donesia. Sedangkan yang dimaksud daerah Indonesia adalah daerah “Hindia Belanda” dahulu, termasuk pulau Irian Barat (sekarang bernama Papua). Irian Barat meskipun secara de facto belum di bawah kekuasaan RI namun secara de jure bagian dari wilayah RI.
Alat-alat kelengkapan negara meliputi:
a. Presiden dan wakil presiden
b. Menteri-menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
d. Mahkamah Agung (MA)
e. Dewan Pengawas Keuangan (DPK)

Sedangkan sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 adalah:
a.       Pemerintah terdiri dari Presiden dan para menteri, yang bertugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan berupaya agar UUD, undang-undang dan peraturan lainnya dilaksanakan.
b.       Presiden ialah kepala negara dan dalam menj alankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden.
c.        Sistem kabinet adalah kabinet parlementer yang bertanggung jawab kepada Presiden.
d.       Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum oleh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat.
e.       Konstituante bertugas bersama-sama pemerintah, secepatnya menetapkan UUD RI yang akan menggantikan UUD Sementara.

Pada masa berlakunya UUD 1950, terjadi peristiwa yang bersejarah bagi demokrasi di Indonesia, yaitu adanya pemilihan umum yang pertama. Pemilu pada saat itu berlangsung dua tahap. Tahap pertama berlangsung tanggal 21 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Setelah terbentuknya Konstituante pada tanggal 10 November 1956, mulailah dewan tersebut bersidang untuk menetapkan UUD bagi negara dan bangsa Indonesia. Dalam sidang-sidang Konstituante ternyata belum berhasil merumuskan UUD yang baru, sehingga pada permulaan tahun 1959 pemerintah menganjurkan untuk menetapkan UUD 1945 menjadi UUD yang menggantikan UUDS 1950. Namun dalam persidangan selanjutnya ternyata tidak dapat memutuskan berlakunya UUD 1945. Dengan demikian apabila hal ini berlarut-larut akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Akhirnya Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan “Dekrit Presiden”, dimana salah satu isi dekrit tersebut adalah berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.


PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN TERHADAP KONSTITUSI YANG BERLAKU DI INDONESIA

Sebaik apapun konstitusi negara dibuat tetapi bila pelaksanaannya tidak sesuai dengan amanat konstitusi tersebut tentu tidak dapat menghasilkan suatu kehidupan kenegaraan seperti yang dicita-citakan. Demikian pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita. Sejak UUD 1945 disahkan sebagai konstitusi negara, mulai saat itulah sedikit demi sedikit terjadi penyimpangan terhadap konstitusi negara. Untuk memperjelas pembahasan mengenai penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi negara (UUD 1945) akan dibagi menjadi dua tahap masa berlakunya UUD 1945, yaitu periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, dan periode 5 Juli 1959 sampai sekarang.

1. Masa Berlakunya UUD 1945 Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949

Pada masa ini sesuai dengan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 dinyatakan bahwa “sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”. Dalam rapat PPKI tangal 23 Agustus ditentukan kedudukan dan tugas komite sebagai berikut:
a.       Komite Nasional dibentuk di seluruh Indonesia dengan pusatnya Jakarta;
b.       Komite Nasional adalah penjelmaan kebulatan tujuan dan cita-cita bangsa untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat;
c.        Usaha Komite Nasional adalah:
1)       Menyatakan kemauan rakyat Indonesia untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka;
2)       Mempersatukan rakyat dari berbagai lapisan dan jabatan supaya terpadu pada segala tempat di seluruh Indonesia, persatuan kebangsaan yang bulat dan erat;
3)       Membantu menentramkan rakyat dan turut menjaga keselamatan umum;
4)       Membantu pimpinan dalam penyelenggaraan cita-cita bangsa Indonesia dan di daerah membantu pemerintah daerah untuk kesejahteraan umum;
d.       Komite Nasional di pusat memimpin dan memberi petunjuk kepada komite-komite nasional di daerah;
e.       Komite Nasional di Pusat, di pusat daerah dan di daerah dipimpin oleh seorang ketua dan beberapa anggota pengurus yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional.

Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) diumumkan oleh presiden tanggal 23 Agustus 1945 dan diresmikan tanggal 29 Agustus 1945. Mas berlaku KNIP dimulai sejak diumumkan hingga terbentuknya DPR/MPR hasil pemilihan umum. Tugas dan tanggung jawab Komite Nasional Pusat semakin bertambah setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan “Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, serta meyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat”.

Setelah maklumat tersebut dikeluarkan, diikuti Maklumat 3 November 1945 yang berisi tentang kebebasan untuk mendirikan partai politik dan akan diadakannya pemilihan badan perwakilan rakyat. Akhirnya dikeluarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 yang berisi tentang pengumuman pemerintah mengenai daftar susunan kabinet baru yang dipimpin oleh perdana menteri. Maklumat tersebut melahirkan sistem multi partai dalam pemerintahan yang parlementer. Dari uraian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa:
a.       UUD 1945 belum dapat dilakasanakan dengan baik karena masih dalam masa peralihan dan perjuangan bangsa dan negara yang masih diarahkan untuk mempertahankan kemerdekaan.
b.       Pelaksanaan pemerintahan negara menurut UUD 1945 belum dapat dilaksanakan karena belum adanya lembaga-lembaga negara secara definitif.
c.        Penyimpangan terhadap UUD 1945 telah terjadi ketika sistem pemerintahan presidensial diganti sitem pemerintahan parlementer.
d.       Dengan terbentuknya negara federal RIS pada tahun 1949 berdasarkan Konstitusi RIS, maka UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian RI yang meliputi sebagian Pulau Jawa, Sumatera dengan ibukotanya Yogyakarta.

Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 6 Oktober 1945 menjadi pemicu dikeluarkan-nya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merupakan penyimpang-an terhadap UUD 1945.

2. Masa Berlakunya UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – Sekarang

Masa ini ditandai dengan lahirnya Dekrit Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan demikian negara Indonesia yang semula berdasarkan UUDS 1950 digantikan dengan UUD 1945 kembali. Masa ini sering disebut masa berlakunya UUD 1945 yang kedua, setelah mengalami perubahan dua UUD, baik Konstitusi RIS maupun UUDS 1945.
Periode ini dapat dibedakan menjadi tiga kurun waktu, yaitu:

a. Periode 1959 — 1965 (Orde Lama)

Ada beberapa penyimpangan terhadap UUD 1945 yang terjadi pada masa ini, yaitu:
1)       Lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPA dan BPK belum dibentuk berdasarkan UUD 1945, dan lembaga ini masih bersifat sementara.
2)       Presiden telah mengeluarkan peraturan perundangan berbentuk Penetapan Presiden tanpa persetujuan DPR. Seharusnya pemerintah bersama-lama dengan DPR membuat Undang-Undang.
3)       MPRS mengangkat Presiden seumur hidup, hal ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menentukan bahwa presiden dipilih dengan masa jabatan 5 tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali.
4)       Hak menetapkan anggaran belanja negara oleh DPR tidak berjalan dengan baik. Bahkan Presiden pada tahun 1960 membubarkan DPR, karena DPR tidak menyetujui rancangan anggaran belanja negara yang diajukan pemerintah. Seharusnya DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden berdasarkan konstitusi UUD 1945.

Banyaknya penyimpangan yang terjadi pada masa itu mengakibatkan buruknya keadaan politik, ekonorni, keamanan dan meningkatnya konflik sosial dimanfaatkan oleh PKI untuk melakukan coupt yang dikenal dengan peristiwa G 30. S/PKI. Gerakan ini bertujuan untuk mengubah ideologi negara dan UUD 1945 dengan ideologi komunis. Dengan adanya pemberontakan G. 30. S/PKI mendorong munculnya Orde Baru yang bertekad untuk melaksankan Pancasila dan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen.

b. Periode 1966 — 1998 (Orde Baru)

Dengan dipelopori aksi demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya, pada tahun 1966 melancarkan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu:
1) Bubarkan PKI
2) Bersihkan kabinet dari unsur PKI
3) Turunkan harga-harga

Gerakan memperjuangkan Tritura semakin meningkat, sehingga saat itu keadaan menjadi sangat sulit dikendalikan. Dalam situsi demikian, pada tanggal 11 Maret 1966 presiden mengeluarkan surat perintah kepada Letjen. Soeharto dan memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil langkah-langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan. Lahirnya surat perintah itu dianggap sebagai awal lahirnya orde baru.

Langkah-langkah yang diambil Letjen. Soeharto adalah dengan membubarkan PKI dengan ormas-ormasnya, dan melaksanakan koreksi total terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada saat Orde Lama. Orde Baru awalnya mempunyai tujuan yang mulia yaitu ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun, bersama perjalanan sejarah bangsa Indonesia ada beberapa hal yang dapat kita cermati pada masa orde baru ini, yaitu:
1)       Pada mulanya UUD 1945 dapat dilaksanakan dengan baik dalam kehidupan kenegaraan maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
2)       Dalam perkembangan berikutnya mulai adanya penyimpangan terhadap UUD 1945, yaitu dengan adanya pengekangan terhadap hak-hak demokrasi rakyat.
3)       Adanya pembatasan kehidupan partai politik, padahal dalam UUD 1945 diberi kebebasan untuk mendirikan partai politik.
4)       Kekuasaan presiden sangat dominan, sehingga kekuasaan legislatif relatif lemah dan cenderung mengikuti kekuasaan eksekutif.
5)       Kehidupan ekonomi cenderung dikuasai oleh sekelompok orang, di mana hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945.
6)       Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin merajalela di berbagai bidang kehidupan yang akhirnya menimbulkan krisis sosial.
Beberapa ketimpangan-ketimpangan itulah yang mengakibatkan masyarakat bersama mahasiswa demonstrasi besar-besaran untuk meruntuhkan kekuasaan Orde Baru. Pada tahun 1998 akhirnya kekuasaan Orde Baru tumbang yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya. Mulai saat itu muncullah Orde Reformasi.

c. Periode 1998 — Sekarang (Orde Reformasi)

Pertumbuhan bidang ekonomi pada masa orde baru, diakui atau tidak, menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi. Di camping itu juga diimbangi perkembangan sarana dan prasarana infrastruktur yang dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Namun perkembangan ekonomi yang baik itu tidak diimbangi dengan pembangunan mental dan budi pekerti, serta demokrasi yang tidak berjalan semestinya. Hal ini mengakibatkan munculnya gerakan untuk menjatuhkan kekuasaan penguasa Orde Baru.

Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto meletakkan jabatannya dan digantikan oleh B.J Habibie yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden RI. Ada beberapa hal yang dapat diungkapkan berkaitan dengan berlakunya UUD 1945 pada masa reformasi, yaitu:
1)       Kran demokrasi pada masa ini dibuka lebar-lebar, sehingga hak untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan dan hak untuk berpolitik berkembang dengan baik sesuai dengan pasal 28 UUD 1945.
2)       Pasal 20A UUD 1945 menyebutkan bahwa DPR mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga legislatif (DPR) dan organisasi sosial politik dapat dijalankan dengan memberikan kritik dan saran kepada lembaga ekskutif.
3)       Adanya langkah besar dari MPR untuk mengamandemen UUD 1945. UUD 1945 mulai diamandemen tahun 1999 hingga tahun 2002, sehingga ada empat tahap amandemen. Ada beberapa hal penting setelah UUD 1945 diamandemen, yaitu:
a)       Adanya pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden, maksimal 2 periode (pasal 7),
b)       Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (pasal 6A).
c)       Anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang dipilih melalui pemilu (pasal 2). DPD tersebut dibentuk untuk mengakomodasi aspirasi daerah.
d)       Adanya Komisi Yudisial yang bertugas untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim (pasal 24B).
e)       Hak asasi manusia diatur secara khusus dalam pasal 28A-28J.
4)       Dibukanya kran demokrasi pada era reformasi ini memberikan kebebasan bagi warga negara untuk menyatakan pendapat, namun kebebasan tanpa batas, serta tindakan anarki dalam menyuarakan pendapat.
5)       Kebebasan pers berakibat pada tidak disensornya berita yang masuk. sehingga terkesan mengeksploitasi berita secara vulgar, termasuk hal-hal yang berbau pornografi.
6)       Bidang politik, ekonomi dan hukum masih banyak membutuhkan penataan yang lebih baik sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat.

Amandemen UUD 1945 dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu:
a. Perubahan pertama disahkan tanggal 19 Oktober 1999.
b. Perubahan kedua disahkan tanggal 18 Agustus 2000.
c. Perubahan ketiga tanggal 10 November 2001.
d. Perubahan keempat disahkan tanggal 10 Agustus 2002.

HASIL-HASIL AMANDEMEN UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah konstitusi yang rigid atau kaku, :etapi sebaliknya sebagai konstitusi yang luwes atau fleksibel. Artinya UUD 1945 mempunyai prosedur yang mudah untuk merubahnya. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 37 UUD 1945, yang mengatur mekanisme yang harus dilewati untuk mengubah UUD 1945. Ada dua pola untuk mengubah UUD 1945, yaitu pola pertama mengubah dalam arti mengganti UUD 1945 dengan UUD yang baru sama sekali, dan pola yang kedua yaitu mengubah dalam arti mengamandemen UUD 1945. Melalui pola yang kedua ini akan terjadi beberapa perubahan dan penyempurnaan UUD 1945, akan tetapi tidak sampai menghilangkan kerangka dasarnya Berta nilai-nilai kesejarahannya.

Apabila kita cermati dalam UUD 1945 pasal 3 disebutkan “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar”, dan Pasal 37 dalam UUD 1945 menyatakan “usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan (MPR) apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

Pasal 3 UUD 1945 memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada MPR untuk mengubah (mengamandemen) UUD. Amandemen UUD dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih mudah dan komprehensif kepada penyelenggara negara dan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Di samping itu, amandemen UUD 1945 akan memungkinkan untuk memasukkan materi-materi yang belum dijumpai dalam UUD. Materi-materi tersebut sudah menjadi tuntutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan pasal 37 UUD 1945 memberikan arah dan prosedur untuk mengubah UUD 1945.

Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :
a.       UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif, khususnya dalam membentuk undangundang.
b.       UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fl eksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir).
c.        Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945. 

Perubahan UUD 1945 memiliki  beberapa tujuan, antara lain :
a.       menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.       menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
c.        menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;
d.       menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern.
e.       melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan ne-gara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
f.         menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.

Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang penting kalian pahami. Kesepakatan tersebut adalah :
a.       tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b.       tetap mempertahankan NKRI
c.        mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d.       penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif  akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh).

Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan.  Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu:
a.       Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b.       Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c.        Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d.       Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus  2002. Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah sebagai berikut :
Perubahan Pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl. 19 Oktober 1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan Pertama terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu :


Perubahan Kedua.  Perubahan kedua ditetapkan pada tgl. 18 Agustus 2000,  meliputi 27 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:


Perubahan Ketiga.  Perubahan ketiga ditetapkan pada tgl. 9 November 2001, meliputi 23 pasal yang tersebar 7 Bab, yaitu:


Perubahan Keempat, ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa:
a.       UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b.       Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
c.        Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.

Bacalah hasil perubahan UUD 1945 yang berupa pengubahan atau penambahan pasal-pasal ini! Yakni :
- pasal 2 ayat 1,
- pasal 6A ayat 4,
- pasal 8 ayat 3,
- pasal 11 ayat 1,
- pasal 16, - pasal 23B,
- pasal 23D,
- pasal 24 ayat 3:
- bab XIII,
- pasal 31 ayat1-5,
- pasal 32 ayat 1-2 : Bab XIV,
- pasal 33 ayat 4-5,
- pasal 34 ayat1-4,
- pasal 37 ayat 1-5, 
- aturan Peralihan Pasal I,II dan III.
- aturan Tambahan Pasal I dan II UUD 1945.

Dilihat dari jumlah bab, pasal, dan ayat, hasil perubahan UUD 1945 adalah sebagai berikut.


Pelaksanaan perubahan UUD yang dilakukan MPR dari tahun 1999 hingga 2001 melalui empat kali sidang majelis. Perubahan pertama UUD 1945 merupakan hasil Sidang Umum MPR tahun 1999. Perubahan kedua UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun 2000, perubahan ketiga UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan 2001, dan perubahan keempat UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun 2002.

Perubahan yang dilakukan oleh MPR dapat dibagi menjadi empat jenis perubahan, yaitu:
1.       mengubah rumusan yang sudah ada, contoh pasal 2 ayat 1 sebelum diubah berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR ditambah Utusan Daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan undang-undang.” Setelah diamandemen menjadi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.
2.       membuat rumusan yang baru sama sekali, contoh pasal 6a ayat 1 berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.
3.       menghapus atau menghilangkan yang ada, misalnya ketentuan dalam Bab IV UUD 1945 tentang Dewan Pertimbangan Agung dihilangkan.
4.       memindahkan rumusan pasal ke dalam rumusan ayat atau sebaliknya, contohnya pasal 34 yang sebelum diamandemen jumlah pasalnya hanya satu, setelah diamandemen menjadi empat pasa.

Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang mengatur bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Dalam sidang umum MPR 1999 telah disepakati untuk mengamandemen UUD 1945 sebatas batang tubuhnya saja. Sementara Pembukaan UUD 1945 tetap dipertahankan untuk tidak diubah, sebab di dalam pembukaan tersebut terdapat prinsip-prinsip falsafah negara yang paling mendasar dan memuat kaidah pokok negara yang fundamental.

Adapun hasil-hasil amandemen UUD 1945 secara umum dari perubahaan pertama sampai perubahan yang keempat adalah sebagai berikut:
1.       Kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, dikembalikan lagi kepada rakyat. (Pasal 1 ayat 2)
2.       Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat mempunyai wewenang untuk menentukan pilihannya sesuai hati nuraninya secara langsung, sehingga tidak ada penjatahan anggota MPR.(Pasal 2)
3.       Tugas dan wewenang MPR semakin diperkecil, karena tugas-tugas MPR seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden diserahkan secara penuh kepada pilihan rakyat , serta GBHN tidak ditentukan oleh MPR tetapi diserahkan kepada Presiden sesuai dengan misi dan visi pemerintahannya. (Pasal 3)
4.       Presiden dan Wakil Presiden dipilih rakyat secara langsung, dengan masa jabatan paling lama dua periode masa jabatan.
5.       Pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan alas desentralisasi.
6.       Peranan DPR semakin ditingkatkan dengan memberdayakan fungsi DPR baik fungsi legislasi, fungsi anggaran maupun fungsi pengawasan sehingga terjadi check and balance.
7.       Anggota DPR diplih langsung oleh rakyat.
8.       DPD (Dewan Perwakilan Daerah), berfungsi sebagai mediator antara pemerintahan daerah dengan pemerintahan pusat.
9.       Adanya lembaga baru yang memegang kekuasaan yudikatif, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
10.    Adanya perhatian secara khusus mengenai HAM, terbukti dengan dimasukkannya HAM secara rinci dalam UUD 1945.
11.    Adanya perhatian yang serius dalam bidang pendidikan, dengan memberikan anggaran pendidikan sebesar 20%.

Dengan menyimak hal-hal tersebut di atas, perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR mempunyai tujuan yang mulia dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sistem politik, meningkatkan kehidupan demokrasi, memberikan kedaulatan yang semakin besar kepada rakyat dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sesuai dengan hak-haknya. Dengan demikian kita tidak perlu khawatir, karena perubahan terhadap UUD merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. UUD bukanlah suatu ketentuan yang selamanya sesuai dengan perkembangan jaman, tetapi kadang-kadang membutuhkan penyesuaian-penyesuaian seiring dengan perkembangan global. Adanya amandemen mengakibatkan pergeseran dan perubahan mendasar, sehingga mengubah corak dan format kelembagaan negara.



Adapun rangkaian dan hal-hal pokok perubahan UUD Negara  Republik Indonesia tahun 1945 dapat digambarkan seperti di bawah ini (Sumber: Sekretariat Jenderal MPR 2005).


SIKAP POSITIF TERHADAP PELAKSANAAN UUD 1945 HASIL PERUBAHAN

Apa tujuan perubahan? Pada dasarnya  mengubah atau mengamandemen suatu peraturan dimaksudkan untuk menyempurnakan, melengkapi, atau mengganti peraturan yang sudah ada sebelumnya. Tentu saja hasil perubahan itu diharapkan lebih baik dan berguna bagi rakyat.  Demikian pula halnya terhadap perubahan terhadap UUD 1945.

Pada uraian sebelumnya telah dipaparkan hasil-hasil perubahan UUD 1945, yang ditetapkan dalam Sidang Umum MPR 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan UUD 1945 bukan hanya menyangkut perubahan jumlah bab, pasal, dan ayat tetapi juga adanya perubahan sistem ketatanegaraan RI. Hasil-hasil perubahan tersebut menunjukkan adanya penyempurnaan  kelembagaan negara, jaminan dan perlindungan HAM,  dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis. Hasil- hasil perubahan tersebut telah melahirkan peningkatan pelaksanaan kedaulatan rakyat, utamanya  dalam pemilihan Presiden dan pemilihan Kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Perubahan itu secara lebih rinci antara lain sebagai  berikut :
a.       MPR yang semula sebagai lembaga tertinggi negara dan berada di atas lembaga negara lain, berubah menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR, Presiden, BPK, MA, MK, DPD, dan Komisi Yudisial.
b.       pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang semula dipegang oleh Presiden beralih ke tangan  DPR.
c.        Presiden dan wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR berubah menjadi dipilih oleh rakyat secara langsung dalam satu pasangan.
d.       Periode masa jabatan Presiden dan wakil Presiden yang semula tidak dibatasi, berubah menjadi maksimal dua kali masa jabatan.
e.       Adanya lembaga negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yaitu Mahkamah Konstitusi.
f.         Presiden dalam hal mengangkat dan menerima duta dari Negara lain  harus memperhatikan pertimbangan  DPR.
g.       Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR  dalam hal memberi amnesti dan rehabilitasi.

Sebagai warga negara, kalian hendaknya mampu menampilkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan (amandeman).  Sikap positif tersebut antara lain:
a.       menghargai upaya yang dilakukan oleh para mahasiswa dan para politisi yang dengan gigih memperjuangkan reformasi tatanan kehidupan bernegara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan,
b.       menghargai upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara khususnya MPR yang telah melakukan perubahan terhadap UUD 1945,
c.        menyadari manfaat hasil  perubahan UUD 1945,
d.       mengkritisi penyelenggaraan negara yang tidak sesuai  dengan UUD 1945 hasil perubahan,
e.       mematuhi aturan dasar hasil perubahan UUD 1945,
f.         berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan aturan hasil perubahan UUD 1945,
g.       menghormati dan melaksanakan aturan-aturan lain di bawah UUD 1945 temasuk tata tertib sekolah.

Tanpa sikap positif warga negara terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan, maka hasil perubahan UUD 1945 itu tidak akan banyak berarti bagi kebaikan hidup bernegara. Tanpa kesadaran untuk mematuhi UUD 1945 hasil perubahan, naka penyelenggaraan negara dan kehidupan bernegara tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya. Itulah beberapa sikap dan perilaku yang hendaknya ditujukkan oleh warga negara yang baik, tidak terkeculi kalian semua.

PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk di negara Republik Indonesia harus berlandaskan kepada:

a.   Landasan Filosofis

Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan cita-cita moral dan cita hukum sebagaimana diamanatkan oleh  Pancasila.  Nilai-nilai yang bersumber pada pandangan filosofis  Pancasila, yakni :
1)       Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
2)       Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3)       Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional seperi yang terdapat di dalam sila Persatuan Indonesia,
4)       Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
5)       Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun sosial seperti yang tercantum dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b.   Landasan Sosiologis

Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai  dengan kenyataan dan kebutuhan  masyarakat.

c. Landasan Yuridis

Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan peraturan perundangundangan memuat keharusan:
1)       adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan,
2)       adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan,
3)       mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu,
4)       tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya,

Prinsip-prinsip Peraturan Perundang-Undangan

Lembaga Administrasi Negara menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang mendasari  pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah :
a.       Dasar yuridis (hukum) sebelumnya. Penyusunan peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, tanpa landasan yuridis yang jelas, peraturan perundangundangan yang disusun tersebut dapat batal demi hukum. Adapun yang dijadikan landasan yuridis adalah selalu peraturan perundang-undangan, sedangkan hukum lain hanya dapat dijadikan bahan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut.
b.       Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis.Tidak semua peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan yuridis. Peraturan perundangundangan yang dapat dijadikan dasar yuridis adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait langsung dengan peraturan perundangundangan yang akan dibuat.
c.        Peraturan perundang-undangan hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundangundangan yang sederajat atau yang lebih tinggi.
d.       Peraturan Perundang-undangan baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.Dengan dikeluarkannya suatu peraturan perundang-undangan baru, maka apabila telah ada peraturan perundang-undangan sejenis dan sederajat yang telah diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku.  Prinsip ini dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah lex posteriori derogat lex priori.
e.       Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.Peraturan perundang-undangan yang secara hierarki lebih rendah kedudukannya dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka secara otomatis dinyatakan batal demi hukum. Contoh suatu keputusan menteri tidak dibenarkan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, dan undangundang tidak boleh bertentangan dengan  UUD 1945.
f.         Peraturan Perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum. Apabila terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yang sederajat tingkatannya, maka yang dimenangkan adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (prinsip lex specialist lex ge-neralist). Misalnya bila ada masalah korupsi dan terjadi pertentangan antara undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi dengan KUHP, maka yang berlaku adalah UU no. 20 tahun 2001.
g.       Setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda

Setiap UU yang dikeluarkan pemerintah hanya mengatur satu obyek tertentu saja.  Contoh undangundang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2004 mengatur masalah Kehakiman, UU nomor 5 tahun 2004 mengatur Mahkamah Agung,  Mahkamah Konstitusi diatur dalam undang-undang  nomor 24 tahun 2003. Jadi sekalipun ketiga lembaga tersebut sama-sama bergerak di bidang hukum namun materinya berbeda, sehingga diatur oleh  undang-undang yang berbeda.

Tata Urutan  Peraturan Perundang-Undangan

Sejak Indonesia merdeka tangal 17 Agustus 1945 ada beberapa peraturan  yang mengalami tata urutan perundang-undangan, yaitu : 
Pertama, Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966 tentang “Memorandum DPR-GR mengatur “Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia”. Kedua, pada era reformasi, MPR telah mengeluarkan produk hukum yang berupa Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000  tentang “Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan”. Ketiga pada tahun 2004 melalui UU RI no. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Lahirnya UU RI no. 10 tahun 2004 tidak terlepas dari tuntutan reformasi di bidang hukum. MPR pada tahun 2003 telah mengeluarkan Ketetapan nomor 1/MPR/2003 tentang  Peninjauan kembali terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (19) Ketetapan MPR No.I/MPR/2003, maka status dan kedudukan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 digolongkan pada Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. Sedangkan Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 adalah tergolong Ketetapan MPR yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang (sebagaimana dinyatakan dalam pasal 4 ayat (4) ).

Pada tahun 2004 lahir Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, di dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang tersebut dicantumkan mengenai Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian, maka TAP MPR No. III/MPR/2000 otomatis dinyatakan tidak berlaku. 

Rumusan pasal 7 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 2004 sebagai berikut:
1.       Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sbb:
a.       Undang-Undang Dasar  Negara Kesatuan Republik Idonesia Tahun  1945
b.       Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
c.        Peraturan Pemerintah
d.       Peraturan Presiden
e.       Peraturan Daerah (Perda)
2.       Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a.       Peraturan Daerah Provinsi  dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur
b.       Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabuapetn/Kota bersama Bupati/Walikota
c.        Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
3.       Ketentuan mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur oleh peraturan daerah/Kabupaten/Kota yang bersangkutan
4.       Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.
5.       Kekuatan hukum Peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Untuk lebih memahami tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur pasal 7 ayat (1) UU RI No. 10 tahun 2004 cermati uraian  berikut :

1. Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. L.J. van Apeldoorn menyatakan Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi. Sedangkan E.C.S. Wade menyatakan Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa UndangUndang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, hak-hak asasi manusia, prosedur mengubah UUD, dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.

Ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi negara Republik Indonesia merupakan:
a.       bentuk konsekuensi dikumandangkannya kemerdekaan yang menandai berdirinya suatu negara baru.
b.       wujud  kemandirian suatu negara yang tertib dan teratur.
c.        mengisi dan mempertahankan kemerdekaan.

Undang-Undang Dasar pada umumnya berisi hal-hal sebagai berikut :
a.       Organisasi negara, artinya mengatur lembaga-lembaga apa saja yang ada dalam suatu negara dengan pembagian kekuasaan masing-masing serta prosedur penyelesaian masalah yang timbul di antara lembaga tersebut.
b.       Hak-hak asasi manusia
c.        Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar,
d.       Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar, seperti tidak muncul kembali seorang diktator atau  pemerintahan kerajaan yang kejam.
e.       Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara.

Dalam tata urutan peraturan perundangundangan di Indonesia, menurut Miriam Budiardjo, Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan :
a. UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa,
b. UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur,
c. UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa,
d. UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan negara.

Sejak era reformasi UUD 1945 telah mengalami perubahan yang dilakukan melalui sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan pertama tanggal 12 Oktober 1999, perubahan kedua tanggal 18 Agustus 2000, perubahan ketiga tanggal 9 November dan  perubahan keempat tanggal 10 Agustus 2002. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dalam upaya menjawab tuntutan reformasi di bidang politik dan/atau ketatanegaraan. Konsekwensi perubahan terhadap UUD 1945 berubahnya struktur kelembagaan, baik dilihat dari fungsi maupun kedudukannya. Ada lembaga negara yang dihilangkan, ada juga lembaga negara yang baru. Lembaga yang dihilangkan adalah Dewan Pertimbangan Agung, lembaga yang baru di antaranya  Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi.

2. Undang-undang

Undang-undang merupakan peraturan perun-
dang-undangan untuk melaksanakan UUD 1945. Lembaga yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama Presiden. Adapun kriteria agar suatu permasalahan diatur melalui Undang-Undang antara lain adalah:
a. UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945,
b. UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,
c. UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada,
d. UU dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia,
e. UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.

Adapun prosedur pembuatan undang-undang adalah sebagai berikut:
a. DPR memegang kekuasaan membentuk undangundang.
b. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
c. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.

DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah,
b. hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
c. pengelolaan sumber daya alam,
d. sumber daya ekonomi lainnya, dan
e. yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)

Peraturan Pemerintah penganti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. PERPU dibuat dalam keadaan “darurat” atau mendesak karena permasalahan  yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Setelah diberlakukan PERPU tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.


4. Peraturan Pemerintah

Untuk melaksanakan suatu undang-undang, dikeluarkan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah dibuat untuk  melaksanakan  undangundang. Kriteria pembentukan  Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut :
a.       Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya. Setiap pembentukan Peraturan Pemerintah harus berdasarkan undang-undang yang telah ada. Contoh untuk melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dibentuk Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang  Standar Nasional Pendidikan.
b.       Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana. Apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah harus merupakan rincian atau penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang induknya, jadi ketika dalam undang-undang itu tidak diatur ma-salah sanksi pidana, maka Peraturan Pemerintahnyapun tidak boleh memuat sanksi pidana.
c.        Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya. Isi atau materi Peraturan Pemerintah hanya mengatur lebih rinci apa yang telah diatur dalam Undang-Undang induknya.
d.       Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan UU. Dibentuknya Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibentuk. sekalipun dalam undang-undang tersebut tidak secara eksplisit mengharuskan dibentuknya suatu Peraturan Pemerintah.

5. Peraturan Presiden

Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribut dari Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah UndangUndang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.


6. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten atau Kota, untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Oleh karena itu dalam pembuatan Peraturan Daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah.  Materi Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.

PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN NASIONAL

Proses pembuatan suatu undang-undang dapat diajukan oleh Presiden kepada DPR, atau diajukan oleh DPR kepada Presiden atau diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada DPR. Secara skematik proses pembuatan suatu Undang-undang dapat dicermati pada bagan di bawah ini!


Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI

RUU beserta penjelasan yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan RUU tersebut kepada  seluruh Anggota. RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD. Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden. Prosedur selengkapnya dapat dicermati pada bagan berikut ini!


Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RI

RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPR disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden memberitahukan dan membagikannya kepada seluruh Anggota kabinet. Apabila ada dua RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang, maka yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan ketua DPR digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.  Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI

RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian d Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.

Badan Musyawarah selanjutnya menunjuk Komisi atau Badan Legislatif untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR, Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.





Adapun secara lengkap tingkat pembicaraan suatu rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebagai berikut :


Perubahan  Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan terhadap kewenangan penyusunan undangundang, dari yang semula berada di tangan presiden bergeser ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Di tingkat daerah, berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan membentuk undang-undang lebih besar diberikan kepada daerah, jadi tidak bertumpu ke pusat.

Suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) secara garis besar formatnya berisi : Panamaan; Pembukaan; Batang Tubuh; Penutup; Penjelasan (bila ada) dan Lampiran (bila diperlukan). Penamaan, berkaitan dengan judul atau nama dari Rancangan Undang-Undang atau Undang-Undang yang diajukan atau disahkan, termasuk nomor dan tahun pembentukan undang-undang tersebut. Penulisan penamaan dilakukan dengan menggunakan huruf besar semua.


Pembukaan, setelah dilakukan penamaan, maka bagian berikutnya adalah pembukaan, yaitu yang dimulai dengan:
a.       Frase “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”, kemudian dicantumkan pula nama pejabat pembuat undang-undang (untuk tingkat pusat) dan peraturan daerah (untuk tingkat propinsi, kabupaten atau kota),
 Contoh :   Undang-undang :  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
                                                                    GUBERNUR  
                    BUPATI  
    WALIKOTA
b.       Konsideran, yaitu berisi hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut beserta latar belakangnya, dan dimulai dengan kata “menimbang” dan seterusnya ...
Contoh : Menimbang,
a. bahwa ...
b. bahwa ...
c. bahwa ...
c.        Dasar Hukum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan atau dasar kewenangan pembuatan peraturan tersebut. Selain itu juga memuat peraturan perundang-undangan yang terkait langsung. Teknik penulisan dasar hukum dimulai de-ngan kata “mengingat” dan seterusnya.
                Contoh : Mengingat ...
d.       Pencantuman frase : “Dengan persetujuan“
e.       Pencantuman Badan Perwakilan yang memberikan persetujuan, apakah DPR atau DPRD Provinsi atau DPRD Kabupatan/Kota.


Setelah bagian pendahuluan selesai, baru meningkat pada bagian Batang Tubuh, yaitu berisi tentang ketentuan umum, ketentuan, mengenai obyek, ketentuan mengenai sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Ketentuan umum berisi tentang defi nisi, pengertian, penjelasan mengenai suatu istilah atau singkatan yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai obyek yang diatur, lazimnya disusun sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Ketentuan mengenai obyek disusun untuk, menggambarkan  satu kesatuan sistem, cara berpikir yang runtut, mudah diketahui, dan dimengerti.

Ketentuan mengenai pencantuman sanksi sangat bergantung dari jenis undang-undang yang dibuat. Hal ini karena tidak semua undang-undang mencantumkan sanksi. Begitu juga jenis sanksi tidak selamanya berupa sanksi pidana, artinya bisa berupa sanksi administrasi, denda, tindakan paksa, dan lain sebagainya. Ketentuan peralihan merupakan suatu cara untuk mempertemukan antara akibat hukum peraturan perundang-undangan baru dan peraturan perundang-undangan lama. Adapun fungsi peraturan peralihan adalah:
a. Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum atau peraturan perundang-undangan.
b. Menjamin kepastian hokum.  
c. Memberikan perlindungan hukum.

Ketentuan penutup berisi penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan; pengaruh peraturan perundang-undangan yang baru terhadap peraturan perundang-undangan yang ada; rumusan perintah pengundangan; penandatanganan pengesahan; pengundangan dan akhir bagian penutup. Bila dipandang perlu, dalam suatu undang-undang dilengkapi pula dengan penjelasan terhadap undangundang tersebut, baik penjelasan yang bersifat umum atau penjelasan yang bersifat khusus, misalnya penjelasan pasal demi pasal.

Suatu undang-undang dinyatakan berakhir masa berlakunya:
1.       ditentukan  dalam undang-undang itu kapan berakhirnya,
2.       dicabut kembali oleh undang-undang yang baru,
3.       bila terbit undang-undang baru yang memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang yang lama, maka undang-undang yang lama secara otomatis menjadi hapus kekuatannya.

Teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan di tingkat daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan Keputusan Daerah, prosedurnya secara jelas  diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004.

Selesai

CopyRight © 2010
By Muhammad Hendri, S.Sos, S.Pd
Written for Students of Class VIII SMP Sinar Husni
HP : 081264070041 – (061)77813539



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer